DASAR-DASAR
MIPA
MAHALNYA
BIAYA PENDIDIKAN
Dosen
Pembimbing: Dra Jufrida M.Si
Disusun
Oleh:
NOVIA
MAYANG SARI
A1C312036
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya makalah ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu.makalah ini membahas tentang “Mahalnya Biaya
Pendidikan”. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan, untuk itu mohon di maaf kan. Saran dan kritikn yang
membangun dari pembaca sangat di butuhkan oleh penulis demi kesempurnaan mkalah
ini.
Semoga makalah ini memberikan ilmu
yang bermanfaat khususnya bagi penulis, dan memberi manfaat pada pembaca
umunya.
BAB
I
PENDAHULUAN
Mahalnya
biaya pendidikan merupakan salah satu dari problematika pendidikan yang ada di
Indonesia. Pada tiap tahun selalu saja terdengar keluhan masyarakat terhadap
mahalnya biaya pendidikan yang harus dibayar,selain itu juga adanya fasilitas
pendidikan yang kurang memadai,seperti masih ada gedung sekolah yang
ambruk,ruang belajar yang kurang tertata dan fasilitas pendidikan dalam keadaan
minim,dan lain-lain. Sementara pada sisi lain,Pemerintah sudah menganggarkan
biaya pendidikan sebesar 20 % dari APBN dan anggaran tersebut merupakan
anggaran yang paling tinggi saat ini.tidak ada anggaran kementrian lainnya,
yang melebihi besarnya anggaran yang diperuntukkan bagi kementrian
pendidikan nasional.
Pengertian
pendidikan gratis atau setidaknya pendidikan murah, telah disadari oleh
masyarakat pengguna jasa sektor pendidikan sebagai hak sosial,ekonomi dan
budaya yang seharusnya difasilitasi oleh pemerintah.hak mendapatkan fasilitas
biaya pendidikan murah (gratis) merupakan hak masyarakat sebagai pembayar pajak
yang seharusnya direalisaikan oleh pengambil kebijakan dibidang-bidang anggaran
publik. Dan seharusnya masyarakat pembayar pajak berhak disubsidi oleh
pemerintah, ketika mereka menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah negeri.
Mahalnya biaya pendidikan yang selama ini
dirasakan oleh masyarakat, semakin disadari tidak sebanding dengan mutu
pendidikan yang dinikmati masyarakat. Biaya pendidikan di berbagai daerah di
Indonesia mengalami kenaikan fantastik mengikuti deret ukur (kepentingan
pasar), namun kualitasnya berjalan di tempat.
BAB
II
PEMBAHASAN
Mahalnya
pendidikan masih menjadi perbincangan dan permasalahan masyarakat setiapkali
pergantian tahun ajaran, bukan hanya terjadi pada sekolah swasta tetapi juga
sekolah yang berstatus negeri. Orangtua siswa harus berfikir kembali untuk
melanjutkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi akibat semakin tingginya
biaya pendidikan.
Padahal
pendidikan adalah suatu bentuk hak asasi yang harus dipenuhi dari lembaga atau
institusi yang berkewajiban memenuhinya secara merata, sehingga semua
masyarakat dalam suatu bangsa tersebut dapat menikmatinya. Bukannya hanya
ditujukan untuk orang yang mampu membayarnya. Mengingat pentingnya pendidikan
untuk semua warga, sehingga posisinya sebagai salahsatu bidang yang mendapat
perhatian serius dalam konstitusi Negara kita, dan menjadi salah satu tujuan
didirikannya Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu Negara dalam hal ini
pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara murah dan bahkan gratis
untuk masyarakatnya.
Biaya
pendidikan di negara kita sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan pendidikan
sesuai dengan amanat yang terdapat pada pembukaan UUD 1945, demikian pula
batang tubuhnya, khususnya dalam pasal 31, yang kemudian secara lebih jelas
diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang mengatur tentang sistem pendidikan
nasional, terutama dalam pasal 36 dalam ayat 1, 2 dan 3.
Pada ayat 1
disebutkan biaya penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah menjadi tanggungjawab pemerintah. pada ayat 2 disebutkan biaya
penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat menjadi tanggungjawab badan/perorangan yang meyelenggarakan
satuan pendidikan. Kemudian pada ayat 3 disebutkan bahwa pemerintah dapat
memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan
uraian sumber biaya pendidikan seperti yang dikutipkan di atas, maka dapat
diketahui bahwa biaya pendidikan di Indonesia bersumber dari pemerintah,
badan-badan tertentu, dan perorangan. Pada dasarnya, pendidikan dilihat dari
segi pelaksanaannya dan pembiayaannya, merupakan tanggungjawab bersama antara
keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Dalam sistem
penyelenggaraan pendidikan yang merupakan tanggungjawab bersama antara
keluarga, masyarakat dan pemerintah ini, disebutkan bahwa biaya pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi tanggungjawab
pemerintah, ini bukan berarti bahwa peserta didik bebas dari kewajiban membayar
biaya pendidikan, tetapi justru ikut menanggung biaya yang jumlahnya ditetapkan
menurut kemampuan orang tua atau wali peserta didik.
Namun demikian,
pada jenjang pendidikan yang dikenai ketentuan wajib belajar, pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, biaya penyelenggaraannya
merupakan tanggungjawab pemerintah, sehingga peserta didik seharusnya tidak
dikenai kewajiban untuk ikut menanggung biayanya. Jadi, sesuai dengan ketentuan
wajib belajar, peserta didik untuk di tingkat sekolah dasar dan sekolah
menengah pertama seharusnya tidak dikenai biaya-biaya yang lainnya. Ini sesuai
dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 bahwa ketentuan wajib belajar di negara
kita sampai pada sekolah menengah tingkat pertama. Dalam hubungan ini, setiap
warganegara Indonesia wajib menyelesaikan pendidikannya sampai pada tingkat
sekolah menengah pertama.
Kondisi
dilapangan, masih ditemui sekolah-sekolah memungut biaya pendidikan. Sehingga
muncul slogan “pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam
bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan
SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Bahkan ada
yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai
Rp 5 juta.
Mengapa biaya
pendidikan masih mahal? Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak
lepas dari kebijakan pemerintah yaitu; Pertama, penerapan MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai
upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan
yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya,
pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite
Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan
Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan,
karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah
orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya
menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi
legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan
pendidikan rakyatnya.
Kedua, penstatusan sekolah. Dengan munculnya sekolah unggulan, sekolah plus, Sekolah Standat
Nasional (SSN) dan Sekolah Berstandat Internasional (SBI), sekolah dapat
leluasa meminta sumbangan ke wali murid berkedok untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Namun SBI akhirnya dihapus berkat keputusan Mahkamah Konstitusi
(MK).
Ketiga, adanya RUU
tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari
milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan
politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat
melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan
hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi
Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya sekolah status, MBS dan BHMN adalah beberapa contoh
kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada
melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi
atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas
dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar
negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan
faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap
pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban.
Untuk mengatasi
mahalnya biaya pendidikan kita dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama,
mengembangkan konsep (CBE) Community-Based Education. Negara ini dapat meniru atau belajar dari
negara Jepang dan Australia. Kedua Negara tersebut memiliki pengalaman bagus
untuk membuat biaya pendidikan tidak mahal bagi masyarakat. Dengan
mengembangkan konsep CBE maka pemerintah melibatkan tokoh masyarakat, kaum
bisnis, pengusaha, dan kaum berduit lainnya dalam urusan pendidikan. Mereka
diminta membantu pemikiran, gagasan, dan dana untuk mengembangkan pendidikan
baik melalui komite sekolah (school committee), dewan pendidikan (board
of education), atau secara langsung berhubungan dengan pihak sekolah.
Kedua, meningkatkan
subsidi. Dalam Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas disebutkan bahwa dana pendidikan
selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20%
dari APBN dan APBD. Ketentuan semacam ini juga ada dalam Pasal 31 ayat (4) UUD
1945 dan UU No.20/2003. Sayangnya, pemerintah sendiri tidak konsisten dalam
menjalankan ketentuan ini. Seandainya saja ketentuan UU dan UUD tersebut
direalisasi maka sebagian permasalahan tentang mahalnya biaya pendidikan di
negara kita tentu akan teratasi.
Walaupun
prosentasi anggaran pendidikan tersebut masih jauh tertinggal dari anggaran pendidikan
di luar negeri yang mencapai sebesar 40 persen. Dana pendidikan di negara asing
itupun di luar gaji dan pendidikan kedinasan dan sumbangan dari pengusaha
terutama untuk membiayai penelitian. Kalau demikian, alangkah kecilnya anggaran
pendidikan kita.
Ketiga, membangkitkan
peran serta masyarakat. Dalam Pasal 56 ayat (2) dan (3) dijamin eksistensi dan
perlunya dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah untuk membantu sekolah,
termasuk mengatasi mahalnya pendidikan bagi rakyat banyak. Sekarang hampir di
seluruh kabupaten/kota dan provinsi sudah dibentuk lembaga yang disebut dewan
pendidikan, di samping komite sekolah/madrasah yang dibentuk pada banyak
sekolah. Sayangnya, banyak dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah yang
tidak dapat menjalankan fungsinya secara benar. Celakanya, banyak dewan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah hanya menjadi aksesori saja. Lagi-lagi
kita tidak konsisten menjalankan konsep.
Sebenarnya kita
sudah memiliki konsep yang bagus untuk mengatasi mahalnya biaya pendidikan.
Namun, karena kita tidak bisa menghilangkan penyakit “tidak konsisten”,
akhirnya biaya pendidikan kita pun tetap mahal bagi masyarakat kebanyakan. Saya
yakin, dengan kemauan yang kuat kita dapat memajukan pendidikan ditengah
himpitan mahalnya pendidikan
BAB
III
PENUTUP
Diperlukan
kejujuran dan rencana yang strategis dari jajaran birokrasi pendidikan,untuk
mengimplementasikan anggaran pendidikan pada program pembiayaan pendidikan
Gratis (Murah) bagi masyarakat. alam sekolah (dunia pendidikan)harus dibersihkan
dari berbagai biaya pungutan, seperti biaya LKS,biaya seragam,biaya uang
gedung,biaya ektrakulikuler,dll. Oleh karena itu harusnya,program pemberantasan
korupsi harus bisa menyentuh dunia pendidikan terutama disekolah-sekolah.
kebijakan dari bidang pendidikan yang menyepakati program kapasitasi pendidikan
harus diberhentikan/dihapus.
Untuk
mengatasi anggapan masyarakat yang menganggap bahwa mahalnya biaya pendidikan
karena adanya praktik korupsi yang dilakukan pejabat dan birokrasi sekolah
solusi yang kiranya perlu dilakukan oleh sekolah adalah di setiap akhir tahun
sekolah perlu menyampaikan laporan tentang keuangan kepada wali murid (orang
tua siswa) baik uang masuk maupun pengeluaran uang sekolah. Dalam penyampaian
laporan perlu disertai bukti atau kwitansi yang jelas (sah),sehingga wali
murid (orang tua siswa) dapat percaya bahwa tidak ada penyelewengan dana .
Unduh klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar