Senin, 06 Januari 2014

Foto Kapal Uap



Model Kapal Uap PowerPoint

https://www.facebook.com/download/preview/555326227892632
https://www.facebook.com/download/555326227892632/KAPAL%20UAP.pptx

Unduh

Video Model Kapal Uap


Video Model Kapal Uap.mp4

Makalah DASAR-DASAR MIPA MAHALNYA BIAYA PENDIDIKAN


DASAR-DASAR MIPA
MAHALNYA BIAYA PENDIDIKAN


Dosen Pembimbing: Dra Jufrida M.Si
Disusun Oleh:
NOVIA MAYANG SARI
A1C312036




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
KATA PENGANTAR

          Puji syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.makalah ini membahas tentang “Mahalnya Biaya Pendidikan”. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu mohon di maaf kan. Saran dan kritikn yang membangun dari pembaca sangat di butuhkan oleh penulis demi kesempurnaan mkalah ini.
          Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat khususnya bagi penulis, dan memberi manfaat pada pembaca umunya.











BAB I
PENDAHULUAN
Mahalnya biaya pendidikan merupakan salah satu dari problematika pendidikan yang ada di Indonesia. Pada tiap tahun selalu saja terdengar keluhan masyarakat terhadap mahalnya biaya pendidikan yang harus dibayar,selain itu juga adanya fasilitas pendidikan yang kurang memadai,seperti masih ada gedung sekolah yang ambruk,ruang belajar yang kurang tertata dan fasilitas pendidikan dalam keadaan minim,dan lain-lain. Sementara pada sisi lain,Pemerintah sudah menganggarkan biaya pendidikan sebesar 20 % dari APBN dan anggaran tersebut merupakan anggaran yang paling tinggi saat ini.tidak ada anggaran kementrian lainnya, yang melebihi besarnya anggaran yang diperuntukkan bagi kementrian  pendidikan nasional.
Pengertian pendidikan gratis atau setidaknya pendidikan murah, telah disadari oleh masyarakat pengguna jasa sektor pendidikan sebagai hak sosial,ekonomi dan budaya yang seharusnya difasilitasi oleh pemerintah.hak mendapatkan fasilitas biaya pendidikan murah (gratis) merupakan hak masyarakat sebagai pembayar pajak yang seharusnya direalisaikan oleh pengambil kebijakan dibidang-bidang anggaran publik. Dan seharusnya masyarakat pembayar pajak berhak disubsidi oleh pemerintah, ketika mereka menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah negeri.
 Mahalnya biaya pendidikan yang selama ini dirasakan oleh masyarakat, semakin disadari tidak sebanding dengan mutu pendidikan yang dinikmati masyarakat. Biaya pendidikan di berbagai daerah di Indonesia mengalami kenaikan fantastik mengikuti deret ukur (kepentingan pasar), namun kualitasnya berjalan di tempat.





















BAB II
PEMBAHASAN
Mahalnya pendidikan masih menjadi perbincangan dan permasalahan masyarakat setiapkali pergantian tahun ajaran, bukan hanya terjadi pada sekolah swasta tetapi juga sekolah yang berstatus negeri. Orangtua siswa harus berfikir kembali untuk melanjutkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi akibat semakin tingginya biaya pendidikan.
Padahal pendidikan adalah suatu bentuk hak asasi yang harus dipenuhi dari lembaga atau institusi yang berkewajiban memenuhinya secara merata, sehingga semua masyarakat dalam suatu bangsa tersebut dapat menikmatinya. Bukannya hanya ditujukan untuk orang yang mampu membayarnya. Mengingat pentingnya pendidikan untuk semua warga, sehingga posisinya sebagai salahsatu bidang yang mendapat perhatian serius dalam konstitusi Negara kita, dan menjadi salah satu tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu Negara dalam hal ini pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara murah dan bahkan gratis untuk masyarakatnya.
Biaya pendidikan di negara kita sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan pendidikan sesuai dengan amanat yang terdapat pada pembukaan UUD 1945, demikian pula batang tubuhnya, khususnya dalam pasal 31, yang kemudian secara lebih jelas diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional, terutama dalam pasal 36 dalam ayat 1, 2 dan 3.
Pada ayat 1 disebutkan biaya penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi tanggungjawab pemerintah. pada ayat 2 disebutkan biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggungjawab badan/perorangan yang meyelenggarakan satuan pendidikan. Kemudian pada ayat 3 disebutkan bahwa pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan uraian sumber biaya pendidikan seperti yang dikutipkan di atas, maka dapat diketahui bahwa biaya pendidikan di Indonesia bersumber dari pemerintah, badan-badan tertentu, dan perorangan. Pada dasarnya, pendidikan dilihat dari segi pelaksanaannya dan pembiayaannya, merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Dalam sistem penyelenggaraan pendidikan yang merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah ini, disebutkan bahwa biaya pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi tanggungjawab pemerintah, ini bukan berarti bahwa peserta didik bebas dari kewajiban membayar biaya pendidikan, tetapi justru ikut menanggung biaya yang jumlahnya ditetapkan menurut kemampuan orang tua atau wali peserta didik.
Namun demikian, pada jenjang pendidikan yang dikenai ketentuan wajib belajar, pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, biaya penyelenggaraannya merupakan tanggungjawab pemerintah, sehingga peserta didik seharusnya tidak dikenai kewajiban untuk ikut menanggung biayanya. Jadi, sesuai dengan ketentuan wajib belajar, peserta didik untuk di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama seharusnya tidak dikenai biaya-biaya yang lainnya. Ini sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 bahwa ketentuan wajib belajar di negara kita sampai pada sekolah menengah tingkat pertama. Dalam hubungan ini, setiap warganegara Indonesia wajib menyelesaikan pendidikannya sampai pada tingkat sekolah menengah pertama.
Kondisi dilapangan, masih ditemui sekolah-sekolah memungut biaya pendidikan. Sehingga muncul slogan “pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Mengapa biaya pendidikan masih mahal? Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yaitu; Pertama, penerapan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kedua, penstatusan sekolah. Dengan munculnya sekolah unggulan, sekolah plus, Sekolah Standat Nasional (SSN) dan Sekolah Berstandat Internasional (SBI), sekolah dapat leluasa meminta sumbangan ke wali murid berkedok untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun SBI akhirnya dihapus berkat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketiga, adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya sekolah status, MBS dan BHMN adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban.
Untuk mengatasi mahalnya biaya pendidikan kita dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, mengembangkan konsep (CBE) Community-Based Education. Negara ini dapat meniru atau belajar dari negara Jepang dan Australia. Kedua Negara tersebut memiliki pengalaman bagus untuk membuat biaya pendidikan tidak mahal bagi masyarakat. Dengan mengembangkan konsep CBE maka pemerintah melibatkan tokoh masyarakat, kaum bisnis, pengusaha, dan kaum berduit lainnya dalam urusan pendidikan. Mereka diminta membantu pemikiran, gagasan, dan dana untuk mengembangkan pendidikan baik melalui komite sekolah (school committee), dewan pendidikan (board of education), atau secara langsung berhubungan dengan pihak sekolah.
Kedua, meningkatkan subsidi. Dalam Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Ketentuan semacam ini juga ada dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dan UU No.20/2003. Sayangnya, pemerintah sendiri tidak konsisten dalam menjalankan ketentuan ini. Seandainya saja ketentuan UU dan UUD tersebut direalisasi maka sebagian permasalahan tentang mahalnya biaya pendidikan di negara kita tentu akan teratasi.
Walaupun prosentasi anggaran pendidikan tersebut masih jauh tertinggal dari anggaran pendidikan di luar negeri yang mencapai sebesar 40 persen. Dana pendidikan di negara asing itupun di luar gaji dan pendidikan kedinasan dan sumbangan dari pengusaha terutama untuk membiayai penelitian. Kalau demikian, alangkah kecilnya anggaran pendidikan kita.
Ketiga, membangkitkan peran serta masyarakat. Dalam Pasal 56 ayat (2) dan (3) dijamin eksistensi dan perlunya dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah untuk membantu sekolah, termasuk mengatasi mahalnya pendidikan bagi rakyat banyak. Sekarang hampir di seluruh kabupaten/kota dan provinsi sudah dibentuk lembaga yang disebut dewan pendidikan, di samping komite sekolah/madrasah yang dibentuk pada banyak sekolah. Sayangnya, banyak dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah yang tidak dapat menjalankan fungsinya secara benar. Celakanya, banyak dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah hanya menjadi aksesori saja. Lagi-lagi kita tidak konsisten menjalankan konsep.
Sebenarnya kita sudah memiliki konsep yang bagus untuk mengatasi mahalnya biaya pendidikan. Namun, karena kita tidak bisa menghilangkan penyakit “tidak konsisten”, akhirnya biaya pendidikan kita pun tetap mahal bagi masyarakat kebanyakan. Saya yakin, dengan kemauan yang kuat kita dapat memajukan pendidikan ditengah himpitan mahalnya pendidikan

BAB III
PENUTUP
Diperlukan kejujuran dan rencana yang strategis dari jajaran birokrasi pendidikan,untuk mengimplementasikan anggaran pendidikan pada program pembiayaan pendidikan Gratis (Murah) bagi masyarakat. alam sekolah (dunia pendidikan)harus dibersihkan dari berbagai biaya pungutan, seperti biaya LKS,biaya seragam,biaya uang gedung,biaya ektrakulikuler,dll. Oleh karena itu harusnya,program pemberantasan korupsi harus bisa menyentuh dunia pendidikan terutama disekolah-sekolah. kebijakan dari bidang pendidikan yang menyepakati program kapasitasi pendidikan harus diberhentikan/dihapus.
Untuk mengatasi anggapan masyarakat yang menganggap bahwa mahalnya biaya pendidikan karena adanya praktik korupsi yang dilakukan pejabat dan birokrasi sekolah solusi yang kiranya perlu dilakukan oleh sekolah adalah di setiap akhir tahun sekolah perlu menyampaikan laporan tentang keuangan kepada wali murid (orang tua siswa) baik uang masuk maupun pengeluaran uang sekolah. Dalam penyampaian laporan perlu  disertai bukti atau kwitansi yang jelas (sah),sehingga wali murid (orang tua siswa) dapat percaya bahwa tidak ada penyelewengan dana .
 Unduh klik disini